Headlines News :
Home » » Hukum Puasa Tarwiyah

Hukum Puasa Tarwiyah

Written By Unknown on Minggu, 28 September 2014 | 00.18

Soal:
Assalamu'alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
Ustadz, saya mau tanya: Apa sebenarnya hukum puasa Tarwiyah (8 Dzulhijjah)? Benarkah hal itu termasuk bid'ah yang diharamkan?  

Jawab:
Wa'alaikum salam Warahmatullah Wabarakatuh
 
Puasa khusus tanggal 8 Dzulhijjah (hari Tarwiyah) sebenarnya tidak ada dalil shahih yang menyebutkannya, yang ada adalah dalil puasa 10 hari bulan Dzulhijjah. Dalilnya adalah sebagai berikut :
 
Dari Hafshah ra, ia berkata:
 
أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَ عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَالرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ
 
“Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi Saw: [1] Puasa hari Asyura, [2] Puasa 10 hari (bulan Dzulhijjah), [3] puasa tiga hari tiap bulan, dan [4] dua rakaat sebelum fajar.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan Nasai).
 
 
Menurut Syekh Musthafa al-Adawi, ada dua hadits yang membicarakan tentang puasa 10 hari di awal Dzulhijjah secara khusus:
  1. Hadits Ummul Mukminîn ‘Aisyah ra yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang redaksinya:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ يَصُمْ الْعَشْرَ
 
Bahwasanya Nabi Saw sama sekali tidak pernah berpuasa sepuluh (hari awal Dzulhijjah).”
  1. Diriwayatkan oleh Imam Nasâ’i dan lainnya dari jalur seorang rawi yang bernama Hunaidah bin Khâlid, terkadang ia meriwayatkannya dari Hafshah yang ia berkata:
قَ
أَرْبَعٌ لَمْ يَكُنْ يَدَعُهُنَّ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صِيَامَ عَاشُورَاءَ وَالْعَشْرَ وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْغَدَاةِ
 
“Empat hal yang tidak pernah ditinggalkan oleh Nabi Saw: [1] Puasa hari Asyura, [2] Puasa 10 hari (awal bulan Dzulhijjah), [3] puasa tiga hari tiap bulan, dan [4] dua rakaat sebelum fajar.” 
 
Menurutnya, pernyataan  Hunaidah pada riwayat ini diperselisihkan oleh para ulama, sebab terkadang ia meriwayatkan dari ibunya, dari Ummu Salamah sebagai ganti dari Hafshah, dan terkadang pula dari Ummu Salamah secara langsung, kemudian ia mendatangkan bentuk lain dari bentuk-bentuk yang berbeda!”
 
 
Dari sisi tingkat ke-shahih-an, tentu lebih shahih hadits ‘Aisyah yang terdapat di dalam Shahîh Muslim, sekalipun padanya terdapat bentuk perselisihan dari al-A’masy dan Manshûr.
 
 
Namun demikian, di antara ulama ada yang berusaha mengompromikan dua hadits tersebut dan memberi kesimpulan: 
 
“Bahwa masing-masing dari istri Nabi Saw menceritakan apa yang ia saksikan dari beliau. Bagi yang tidak menyaksikan tentu akan menafikan keberadaannya dan yang menyaksikan jelas akan menetapkan keberadaannya. Sedang Rasulullah Saw sendiri menggilir setiap istrinya dalam sembilan malam (hanya) satu malam. Maka atas dasar ini dapat dikatakan, “Jika seseorang terkadang berpuasa dan terkadang tidak berpuasa, atau ia berpuasa beberapa tahun, lalu tidak berpuasa beberapa tahun (berikutnya), ada benarnya, maka mana pun dari dua pendapat tersebut yang diamalkan maka ia telah memiliki pendahulu.”
 
 
Bolehkah Melaksanakan Puasa (Pada Hari) Tarwiyah?
 
Tentang hal ini terdapat hadits yang diriwayatkan Imam Ad Dailami:
 
 
صَوْمُ يَوْمِ التَّرْوِيَةِ كَفَّارَةُ سَنَةٍ، وَصَوْمُ يَوْمِ عَرفَةَ كَفَّارَةُ سَنَتَيْنِ
 
 
“Puasa pada hari Tarwiyah menghapuskan (dosa) satu tahun, dan puasa pada hari Arafah menghapuskan (dosa) dua tahun.”
 
 
Hanya saja menurut sebagian ulama hadits ini statusnya maudhu’ atau palsu, dan oleh sebagian lainnya dikatakan sebagai dhaif.
 
 
Namun demikian, terlepas dari perbedaan pendapat para ulama dalam menilai status hadits tersebut, tentulah puasa pada hari tarwiyah itu dibolehkan. Namun tentu yang dijadikan dalil untuk menetapkan kebolehannya bukanlah hadits di atas, namun sabda Rasulullah Saw berikut:
 
 
مَا الْعَمَلُ فِي أَيَّامٍ أَفْضَلَ مِنْهَا فِي هَذِهِ قَالُوا وَلَا الْجِهَادُ قَالَ وَلَا الْجِهَادُ إِلَّا رَجُلٌ خَرَجَ يُخَاطِرُ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ بِشَيْءٍ
 
 
“Tidak ada amal yang lebih afdhal dibanding amal pada hari-hari ini.” Mereka bertanya: “Tidak juga jihad?” Beliau menjawab: “Tidak pula oleh jihad, kecuali seseorang yang keluar untuk mengorbankan jiwa dan hartanya, lalu dia tidak kembali dengan sesuatu apa pun.” (HR. Bukhari)
 
 
مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيهَا أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ؟ قَالَ وَلاَ الْجِهَادُ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ فَلَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ
 
 
"Tidak ada satu amal saleh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal shaleh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah)." Para sahabat bertanya: "Tidak pula jihad di jalan Allah?" Nabi Saw menjawab: "Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun." (HR. Abu Dawud dan  Ibnu Majah)
 
 
Menurut Imam Ibnu Katsir yang dimaksud “pada hari-hari ini” adalah sepuluh hari Dzulhijjah. (Tafsir al-Quran Al ‘Azhim, 8/390. Lihat Syekh Sayyid Ath Thanthawi,  al-Wasith, 1/4497. Mawqi’ At Tafasir)
 
 
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa melaksanakan puasa pada hari Tarwiyah (8 Dzulhijjah) tidaklah mengapa, karena ia termasuk bagian amal saleh yang bisa kita lakukan pada masa 10 hari bulan Dzulhijjah. Tentu saja akan lebih baik lagi jika dilanjutkan dengan puasa ‘Arafah (9 Dzulhijjah), agar puasa pada hari Tarwiyah itu tidak menyendiri.
 
Wallahu a'lam

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

PILIH KATEGORI BUKU

ZAHIDA PUSTAKA ON FACEBOOK

 
Support : Creating Website | Zahida Pustaka | Zahida Pustaka
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Zahida Pustaka - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Zahida Pustaka